About
Tak tersedia banyak catatan tentu dari mana kebaya berasal, tapi kebaya kini sama bersama dengan negara Asia Tenggara terlebih di kawasan Semenanjung Malaya, termasuk Indonesia.
Masyarakat mengenal dua jenis kebaya, yakni kutubaru dan encim. Model kebaya kutubaru merupakan sejenis kebaya yang mengaitkan lipatan di anggota dada kiri dan kanan, adapula yang gunakan bef atau kain penutup di anggota dada. Kebaya kutubaru dipercayai berasal dari Jawa Tengah. Kebaya inilah yang disebut-sebut sebagai pakaian asli Indonesia.
Sedangkan encim adalah jenis kebaya yang dipercayai berasal dari budaya pakaian Tionghoa. Model kebaya ini tanpa bef, biasanya ditambah renda atau bordir di anggota ujung badan dan lengan. Encim yang kerap disebut bersama dengan "kebaya nyonya", ditetapkan sebagai pakaian tradisional di Malaysia dan Singapura. Meski demikianlah Tionghoa tidak dikenal sebagai asal kebaya, sebab pakaian tradisionalnya adalah cheongsam atau qipao.
Kata kebaya sudah muncul didalam dicatat Gubernur Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles yang lantas dibukukan didalam History of Java (1817). Bentuk awal kebaya dipercayai berasal dari Kerajaan Majapahit (berkuasa hingga 1389), yang digunakan permaisuri dan selir untuk menutupi tubuh yang cuma beralas kemben. Di masa itu kemben merupakan pakaian utama. Ketika Islam masuk ke nusantara, perempuan kraton menjadi menutupi tubuhnya bersama dengan kain tambahan bersama dengan bentuk yang sekarang kita kenal bersama dengan kebaya.
Selanjutnya kebaya jadi pakaian kebesaran perempuan kraton Jawa di Abad ke-V, bersama dengan bahan berwujud beludru, sutra ataupun brokat yang digunakan bersama dengan bros dan kain panjang. Masyarakat biasa pun gunakan kebaya, bersama dengan bahan lebih gampang semacam kain tisu atau sifon tanpa hiasan bros meski masih gunakan kain panjang.
Di masa penjajahan, perempuan Belanda yang tinggal di tanah air pun kerap mengenakan kebaya didalam agenda resmi. Mereka menjadikan pakaian ini sebagai identitas kasta, ikuti para perempuan kraton yang di masa itu punyai derajat sosial lebih tinggi dibanding penduduk biasa.
Meski tidak digunakan sebagai pakaian tradisional di banyak daerah di Indonesia, di masa kini kebaya bisa jadi penanda identitas bangsa. Cara mengenakannya yang memakai stagen, kain batik panjang (jarik), selendang hingga konde membuatnya otentik Indonesia. Apalagi di tahun 1940-an Presiden Soekarno sudah menetapkannya sebagai pakaian nasional.
Masyarakat mengenal dua jenis kebaya, yakni kutubaru dan encim. Model kebaya kutubaru merupakan sejenis kebaya yang mengaitkan lipatan di anggota dada kiri dan kanan, adapula yang gunakan bef atau kain penutup di anggota dada. Kebaya kutubaru dipercayai berasal dari Jawa Tengah. Kebaya inilah yang disebut-sebut sebagai pakaian asli Indonesia.
Sedangkan encim adalah jenis kebaya yang dipercayai berasal dari budaya pakaian Tionghoa. Model kebaya ini tanpa bef, biasanya ditambah renda atau bordir di anggota ujung badan dan lengan. Encim yang kerap disebut bersama dengan "kebaya nyonya", ditetapkan sebagai pakaian tradisional di Malaysia dan Singapura. Meski demikianlah Tionghoa tidak dikenal sebagai asal kebaya, sebab pakaian tradisionalnya adalah cheongsam atau qipao.
Kata kebaya sudah muncul didalam dicatat Gubernur Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles yang lantas dibukukan didalam History of Java (1817). Bentuk awal kebaya dipercayai berasal dari Kerajaan Majapahit (berkuasa hingga 1389), yang digunakan permaisuri dan selir untuk menutupi tubuh yang cuma beralas kemben. Di masa itu kemben merupakan pakaian utama. Ketika Islam masuk ke nusantara, perempuan kraton menjadi menutupi tubuhnya bersama dengan kain tambahan bersama dengan bentuk yang sekarang kita kenal bersama dengan kebaya.
Selanjutnya kebaya jadi pakaian kebesaran perempuan kraton Jawa di Abad ke-V, bersama dengan bahan berwujud beludru, sutra ataupun brokat yang digunakan bersama dengan bros dan kain panjang. Masyarakat biasa pun gunakan kebaya, bersama dengan bahan lebih gampang semacam kain tisu atau sifon tanpa hiasan bros meski masih gunakan kain panjang.
Di masa penjajahan, perempuan Belanda yang tinggal di tanah air pun kerap mengenakan kebaya didalam agenda resmi. Mereka menjadikan pakaian ini sebagai identitas kasta, ikuti para perempuan kraton yang di masa itu punyai derajat sosial lebih tinggi dibanding penduduk biasa.
Meski tidak digunakan sebagai pakaian tradisional di banyak daerah di Indonesia, di masa kini kebaya bisa jadi penanda identitas bangsa. Cara mengenakannya yang memakai stagen, kain batik panjang (jarik), selendang hingga konde membuatnya otentik Indonesia. Apalagi di tahun 1940-an Presiden Soekarno sudah menetapkannya sebagai pakaian nasional.